Dengan wajah sedih, seorang laki-laki datang kepada seorang ulama. Dia mengeluhkan kefakiran dan berbagai kemalangan hidup yang dialaminya. Ulama tersebut berkata, “Apa kamu mau penglihatanmu diambil dan diganti dengan seribu dinar?” Orang itu berkata, “Tidak.”
Sang ulama bertanya lagi, “Apa kamu senang menjadi orang bisu dan diberi seribu dinar?” Orang tersebut menjawab, “Tidak.” Sang ulama yang dikenal shalih itu kembali bertanya, “Apa kamu mau dua tangan dan dua kakimu buntung lalu kamu mendapatkan dua puluh ribu dinar?” Orang tersebut lagi-lagi menjawab, “ Tidak.”
“Apa kamu mau jadi orang gila dan dikasih sepuluh ribu dinar?,” tanya sang ulama lagi. Dan sekali lagi orang tersebut mengatakan, “Tidak.” Maka, sang ulama bijak itu pun berkata, “Terus, apa kamu ini tidak malu kepada Tuhanmu yang telah memberimu harta senilai puluhan ribu dinar?!”
* * ** * * * * * * * ** * ** * ** * ** * *
Kisah ini berbicara, betapa banyak orang salah persepsi, dikiranya nikmat hanya sebatas harta dan materi semata. Mereka tidak menyadari, bahwa nikmat Allah meliputi segala hal; keimanan, kesehatan, keluarga, tempat tinggal, kepandaian, harta, rezeki, teman yang baik, pemimpin yang adil, tumbuh-tumbuhan, makanan, dan sebagainya, dimana seseorang tidak akan mampu menghitungnya sekiranya dia hendak menghitungnya. Itu semua adalah nikmat yang harus disyukuri, baik kita memintanya ataupun tidak.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
“Dan Dia memberikan semua yang kalian minta. Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya.”
(QS. Ibrahim: 34)
Dalam kitab tafsir Al-Qurthubi (Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an) disebutkan, bahwa Allah memberikan semua yang kalian minta dan yang tidak kalian minta, seperti matahari dan bulan serta berbagai nikmat lain yang tidak kalian minta. Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsirnya, bahwa dengan ayat ini, Allah mengabarkan tentang ketidakmampuan hamba-hambaNya jika mereka hendak menghitung berbagai nikmat-Nya, apalagi mensyukurinya.
Nikmat Allah harus kita syukuri. Kita harus berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada kita. Karena Allah berfirman,
“Bersyukurlah kalian kepadaku, dan jangan kalian kufur.”
(QS. Al-Baqarah 152).
Namun, ternyata bersyukur kepada Allah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sekali manusia yang tidak mau bersyukur, sebagaimana yang Allah firmankan,
“Dan sedikit sekali hamba-hambaKu yang bersyukur.”
(QS.Saba`: 13)
Untuk menjadi orang bersyukur, setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Dalam kitabnya yang berjudul “Waqafat Ma’a An-Nafs,” Syaikh Amin Muhammad Jamal menyebutkan bahwa tiga syarat tersebut, yaitu:
Pertama; mengetahui apa itu nikmat dan meyakini sepenuhnya bahwa nikmat tersebut adalah pemberian dari Allah.
Kedua; kita harus bahagia dan gembira dengan nikmat yang Dia berikan kepada kita.
Dan ketiga; melakukan hal-hal yang disukai oleh yang memberi nikmat, baik itu melalui lisan dengan mengucapkan “alhamdulillah”, ataupun melalui perbuatan-perbuatan yang disukai oleh Pemberi Nikmat.
Mensyukuri nikmat Allah juga bisa dilakukan dengan menampakkan sebagian nikmat tersebut dalam penampilan dan memperlihatkannya kepada orang lain, namun bukan dengan niat sombong. Melainkan dengan niat hendak memberitahukan kepada manusia bahwa Allah telah memberikan nikmat-Nya kepadanya. Bagaimanapun juga Allah senang jika ada hamba-Nya yang berbahagia dengan nikmat yang Dia berikan dan menampakkan bekas nikmat-Nya di hadapan hamba-hambaNya yang lain. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah senang melihat bekas nikmat-Nya yang Dia berikan kepada hamba-Nya.”
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash dan Abu Hurairah Radhiyallahu Anhuma)
Suatu hari Imam Malik bin Anas keluar menuju masjid dengan pakaian yang mahal dan indah. Di tengah jalan, beliau berjumpa dengan seorang muridnya. Si murid berkata, “Apa-apaan ini, wahai imam?” Maksudnya, kenapa engkau memakai pakaian yang sangat bagus seperti ini, wahai imam? Bukankah ini adalah pamer dan menunjukkan kesombongan? Imam Malik berkata, “Ini adalah bekas nikmat Allah yang Dia berikan kepadaku. Apakah engkau belum pernah membaca firman Allah pada akhir surat Adh-Dhuha; Wa ammaa bini’mati rabbika fahaddits! (Dan adapun dengan nikmat Tuhanmu, maka kabarkanlah!)?”
Terakhir, ada satu catatan penting yang bisa membuat kita introspeksi dalam masalah syukur nikmat ini, yaitu tentang janji Allah bahwa Dia akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita apabila mau bersyukur kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambahkan (nikmat-Ku) kepadamu.”
(QS. Ibrahim: 7).
Berpikirlah dengan tenang, apakah selama ini Anda merasakan bahwa nikmat Allah (rezeki, dsb) kepada Anda terus bertambah atau tetap atau justru berkurang? Sekiranya Anda merasa bahwa tidak ada perubahan dalam kehidupan Anda pada tahun ini dengan tahun yang lalu, maka cobalah untuk berintrospeksi, siapa tahu Anda belum bersyukur dengan sebenar-benarnya kepada Allah. Sebab, jika Anda benar-benar telah bersyukur kepada-Nya, maka pasti, Allah akan selalu menambahkan nikmat-Nya kepada Anda.
Abduh Zulfidar Akaha,
No comments:
Post a Comment
(Thanks for dropping by!! ^_^)